[Rahma sari Kelas] MENGENAL ALLAH

Nama : Rahma sari Kelas : Jusnalistik 2B

NIM : 1112051100033 Artikel : 2

Email : rhi_dreamhigh@yahoo.com

Ma’rifatullah Sebagai Landasan Hidup

Secara fitrah, manusia memiliki kebutuhan standar. Dalam salah satu bukunya, Imam al-Ghazali mengatakan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk mencintai dirinya, mencintai kesempurnaanya, serta mencintai eksistensinya. Sebaliknya, manusia cenderung membenci hal-hal yang dapat menghancurkan, meniadakan, mengurangi, atau memutuskan kesempurnaan itu.

Orang besar, pejabat tinggi, banyak dipuji-puji, memiliki pengaruh dan kekayaan yang melimpah, akan takut setengah mati jika takdir mendadak mengubahnya menjadi miskin, lemah, bangkrut, terasing, atau ditinggalkan manusia. Begitulah tabiat manusia. Padahal, jika kecintaan kita kepada selain Allah sampai begitu banyak maka cinta itu pasti akan musnah. Seharusnya kebutuhan kita akan kebahagiaan duniawi, membuat kita berpikir bahwa Allahlah satu-satunya yang memiliki semua itu. Adapun kekhawatiran-kekhawatiran tentang standar kebutuhan kita, semestinya membuat kita berlindung dan berharap kepada Allah dengan mengamalkan apa-apa yang disukai-Nya.

Jadi, kebutuhan-kebutuhan diri kita itu seharusnya menjadi jalan supaya kita lebih mencintai Allah. Seorang muslim selayaknya  memahami  bahwa keindahan cinta yang paling hakiki adalah ketika kita mencintai Allah swt. Fondasi utama yang harus dibangun oleh seorang muslim untuk menggapai keindahan cinta tersebut adalah dengan mengenal Allah (ma’rifatullah). Bagi seorang muslim ma’rifatullah adalah bekal untuk meraih prestasi hidup setinggi-tingginya. Sebaliknya, tanpa ma’rifatullah, tak mungkin seorang muslim  memiliki keyakinan dan keteguhan hidup.

Ma’rifatullah adalah pengarahan yang akan meluruskan orientasi hidup seorang muslim. Dari sinilah dia menyadari bahwa hidupnya bukan untuk siapa pun kecuali hanya untuk Allah swt. Jika seseorang hidup dengan menegakkan prinsip-prinsip ma’rifatullah ini, insya Allah,alam  semesta ini akan Allah tundukkan untuk melayaninya. Dengan “fasilitas” itulah, dia kemudian akan memperoleh kemudahan dalam setiap urusan yang dihadapinya.

Maka, berbahagialah bagi orang-orang yang senantiasa berusaha mengenal Allah, sehingga kedekatannya dengan Allah senantiasa dipisah oleh tabir yang yang semakin tipis. Bagi orang yang dekat dengan Allah, dia akan dianugerahi ru’yah shadiqah (penglihatan hati yang benar).

Di sisi lain, ma’rifatullah juga menjadi sangat penting dalam merevolusi pribadi seseoranng untuk berubah kearah kebaikan. Dengan kata lain, perubahan yang dahsyat dan hakiki itu  bisa terjadi ketika seseorang mempunyai keyakinan pribadi yang sangat kuat kepada Sang Khaliq.

Dengan kekuatan iman, seseorang pengecut tiba-tiba  bisa berubah menjadi pemberani. Seorang pemalas tiba-tiba bisa berubah menjadi bersemanagat. Sehingga siapa pun yang menginginkan perubahan positive yang cepat dalam dirinya, kuncinya adalah membangun keyakinan yang kuat kepada Allah swt. Banyak contoh  berbicara tentang betapa kuatnya peran keyakinan dalam mengubah pribadi seseorang.

Umar ibnul Khaththab r.a yang sebelumnya begitu pemarah dan berwatak keras, bahkan anaknya sendiri dikubur hidup-hidup, namun berkat tumbuhnya tauhid dalam dirinya, beliau kemudian berubah menjadi begitu bermurah hati dan penyantun. Bukan hanya individu, kota Mekkah yang sebelumnya tidak dikenal, hanya sebuah dusun kecil yang penuh keterbatasan, berkat dakwah dan kekuatan iman yang disemai melalui dakwah Rasulullah saw, akhirnya berubah menjadi bangsa yang besar dan sangat disegani.

Siapa pun yang tidak mempunyai fondasi ma’rifatullah dalam dirinya, ia akan sulit untuk memperoleh ketenangan, kedamaian, kebahagiaan, dan kesuksesan hakiki. Jika kita semakin mengenal siapa Allah, maka akan terasa semakin kecil nilai makhluk. Ketika kita semakin mengerti betapa besarnya penghargaan dari Allah, maka kian tidak berarti penghargaan yang kita terima dari makhluk.

Di saat kita merasakan betapa sempurnanya balasan dari Allah maka betapapun besarnya balasan dari makhluk, tidak akan sebanding harganya dengan balasan Allah. Makin detailnya penglihatan Allah, makin tidak penting pengawasan makhluk. Siapa pun yang mengenal Allah tidak akan pernah kecewa dengan perbuatan Allah.

Hal-hal seperti itulah yang lambat laun akan membina kita menjadi pribadi-pribadi ikhlas. Insan-insan yang hanya bergantung  dan berharap pada Allah swt. Maka kekuatan untuk bisa maju , mulia, dan bermartabat itu hanya bisa dicapai dengan keyakinan kepada Allah swt. Kekuatan keyakinan memang begitu dahsyat , sehingga atas izin Allah, tiap-tiap kebaikan yang diingini oleh seorang muwahid ‘orang yang bertauhid’ akan dibayar cash oleh Allah di depan matanya.

Maka semua puncak ketenangan, kebahagiaan, perubahan, kedamaian, serta kesuksesan itu berbanding lurus dengan tingkat keyakinan  kepada Allah yang Mahaagung. Oleh karena itu, berapa pun biaya, tenaga, waktu atau apa pun yang kita korbankan untuk mendekatkan diri kepada Allah, seharusnya tidak perlu dirisaukan, sebab pengorbanan itu tidak sebanding dengan maslahat yang akan kita terima.

Dalam ilmu mengenal Allah swt, ada rambu-rambu supaya keyakinan itu berada pada rel yang tepat, sehingga tidak menjadi alasan untuk kelemahan dan kemaksiatan. Jangan sampai keyakinan ini menjadi tempat menyembunyikan diri kita dari kemalasan dan kegigihan berikhtiar.

Jangan sampai keyakinan bahwa Allah Mahakaya membuat kita tidak gigih menjemput rejeki dari-Nya. Keyakinan terhadap Allah Maha Pengampun, malah membuat kita mengenteng-ngenteng perbuatan dosa. Keyakinan bahwa Allah Maha Memberi, jangan sampai membuat kita lalai dalam mencari nafkah.

Selanjutnya, kita harus lebih proporsional, karena ketika mengingat Allah, kita terkadang cenderung ingat kepada balasan-Nya, ingat pada keras siksa-Nya. Jika semua itu memang mampu membuat kita takut dan menghindari perbuatan-perbuatan dosa, tentu sangatlah bagus. Namun, kita juga harus ingat bahwa ampunan Allah itu ternyata demikian dahsyat, Allah mendahulukan kasih sayang-Nya dibanding kemarahan-Nya.1


1. Abdullah  Gymnastiar, Meraih Bening Hati Dengan Manajemen Qolbu, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002, cet.1), hal 1

 

 

[Anisa Indriani] Dakwah sebagai tanda pengabdian terhadap Allah

Anisa Indriani/ 1112051100053/085697042910/sayanisaaa@gmail.com

Artikel 2/jurnalistik 2/B

Sebagai umat Allah yang baik kita haruslah saling tolong-menolong antar sesama manusia, mengingatkan apabila terjadi penyimpangan atau kesalahan, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut merupakan beberapa cara untuk memelihara keharmonisan hubungan yang baik antar manusia.

(Wahai Muhammad), serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu, dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. Al-Nahl/16 : 125)

Memelihara mulut dari ucapan yang kotor dan menyakitkan bagi orang lain, menjaga perbuatan dari perbuatan yang mencelakakan orang lain, berpikir sebelum bertindak dan menjalankan kewajiban manusia sebagai makhluk bertuhan. Dengan cara seperti itulah dapat menjaga diri manusia dari siksa api neraka.

Tak ada gading yang tak retak, tak ada satu pun manusia di muka bumi ini yang bersih dari dosa dan tidak pernah melakukan kesalahan sedikit pun, kecuali Nabi Muhammad. Hawa nafsu dalam diri manusialah yang menyebabkan kekhilafan dalam bertindak, apabila diri manusia sendiri tidak dapat mengontrol perbuatannya sendiri, maka hendaklah kita sebagai orang yang berada disekitarnya mengingatkan agar perbuatan tercela itu dapat dihindarkan dan tidak terulang kembali.

Berdakwah merupakan kegiatan untuk menyeru atau mengajak manusia kepada kebaikan, baik dunia maupun akhirat. Berdakwah juga salah satu tugas manusia sebagai pemimpin di muka bumi ini. Berdakwah tidak hanya ditujukan kepada sebagian orang saja, tetapi bagi semua umat, manusia biasa, cendikiawan, bahkan kepada orang yang berbeda agama.

Dan hendaklah di antara kamu, segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali Imran/3 : 102)

Orang yang menyerukan perbuatan baik dengan cara yang baik pula dengan sendirinya akan mendapatkan pahala sebagai ganjaran di akhirat nanti dan kemuliaan di dunia sebagai ganjaran di dunia.

Dakwah adalah salah satu cara manusia untuk beribadah kepada Allah dan barang siapa yang senantiasa mengharapkan ridha-Nya akan diberikan kemudahan, seperti arti ayat dibawah ini:

Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (Q.S. Al-Baqarah/2 : 21)

Allah Maha Mengetahui dan Maha Melihat apa yang dilakukan oleh umatnya, setiap perbuatan yang dilakukan oleh umatnya pasti akan mendapatkan balasan. Semoga kita termasuk orang-orang yang dimuliakan dan bertakwa kepada Allah. Amiin.

 

[Hilda Dziah Azqiah SM] Analisa Kritis Artikel Puncak Pengalaman Pertemuan dengan Allah

Hilda Dziah Azqiah SM/ 1112051100035

Artikel 4/ Jurnalistik 2B

 

Isi artikel ini banyak mengandung kesimpulan, diantaranya: 

Menguatkan iman dan mementapkan aqidah, diantaranya meliputi: dalam kenyataannya yang sebenarnya manusia itu tidak bias hidup, bergerak, dan beraktifitas tanpa pertolongan Allah dan tanpa kekuatan Allah yang tidak terbatas, semua orang pasti ingin mengetahui mengnal dekat dan bertemu dan menjadi kekasih Allah di dunia ini, hamba Allah adalah orang yang yang bisa menjalin hubungan pribadi dengan Allah melalui tauhid, dalam shalat yang khusuk manusia bisa merasa mengetahui dengan pengetahuan Allah, manusia bisa menghendkai dengan kehendak Allah dan dalam shalat yang khusuk manusia bisa mereasakan seluruh aktifitasnya dalam shalat, puncak pengalaman pertemuan dengan Allah tu menjadi hamba Allah, dan itu merupakan puncak pengalaman pertemuan dengan Allah yang tertinggi.

Membangkit semangat beribadah yaitu: harus ada upaya yang konstruktif terencana terprogram terusmenerus dan berkelanjutan agar manusia bisa mengetahui mengenal dekat bertemu Allah dan menjadi kekasih Allah di dunia ini, dan Allah tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku, puncak pengalaman pertemuan dengan Allah adalah menjadi hamba Allah, hanya hamba Allah yang bisa menjadi kekasih Allah dan hanya kekasih Allah yang bisa menjadi khalifah-Nya yaitu wakil Allah di muka bumi, hamba Allah adalah orang yang mengetahui dan menyadari bahwa segala yang ada di langit dan dibmui itu milik Allah, hamba Allah adalah orang yang bisa berminta kerja dengan yang Maha Kuasa melalui taqwa dan tawakal, dengan bertawakal sebagai kenyataan maka manusia merasakan satu kekuatan dengan kekuatan Allah yang tak terbatas, dalam shalat manusia bisa merasa berada di kehadirat Allah, shalat yang khusuk bisa mencegah perbuatan yang keji dan munkar.

Mendorong berta’awun dan bertausyiah yaitu: dengan bertawakal dalam kenyataan manusia bisa merasa satu kehendak dengan kehendak Allah, dengan tauhid dalam tataran kenyataan manusia bisa merasa satu pengetahuan dengan pengetahuan Allah karena segala sesuatu berasal dari Allah dan kembalinya juga kepada Allah, cara mudah  dan terbaik untuk bisa merasa satu kekuatan dengan kekuatan Allah merasa satu kehendak dengan kehendak Allah dan merasa satu pengetahuan dengan Allah adalah shalat yang khusuk, dalam sholat yang khusuk manusia berada dalam berdoa dan berada di kehadirat Allah, shalat yang khusuk adalah shalat yang dikerjakan dengan hati yang penuh perasaan, jika shalat dengan khusuk bisa mencegah manusia dari perbuatan keji dan munkar karena manusi bisa selalu merasa dekat dengan Allah.

Analisa kritis dalam artikel ini terhadap kebenaran, salah satu diantaranya yaitu bahwa hamba Allah adalah orang yang bertauhid, bertaqwa, dan bertawakal. Bukan hanya tauhid, taqwa, dan tawakal sebagai keyakinan dan pernyataan, tetapi juga tauhid, taqwa, dan bertawakal sebagai kenyataan atau sebagi ekspresi realitas yang sebenarnya. Nabi Muhammad sebagai manusia yang telah mencapai puncak pengalaman keagamaan yang paling tinggi dan paling sempurna disebut sebagai hamba Allah dan Rasul-Nya. Ini semua sangat benar karena banyak ayat Al-quran yang mengatakan ini, dan ini merupakan conbtoh nyata dalam realitas bahwa menjadi hamba Allah tidaka akan sia-sia. Dan ini juga mengandung manfaat, salahsatunya yaitu cara mudah dan terbaik untuk bisa merasa satu kekuatan dengan kekuatan Allah, merasa satu kehendak dengan kehendak Allah, dan merasa satu pengetahuan dengan pengetahuan Allah adalah shalat yang khusuk, jadi selama didunia jika kita manusia sholat, hendaklah dengan khusuk karena dapat merasa kehadirat Allah dan mencegah dari perbuatan yang keji dan munkar.

Kesimpulan yang dpat kita ambil yaitu: puncak pengalaman pertemuan dengan Allah itu menjadi hamba Allah. Itulah puncak pengalaman pertemuan dengan Allah yang tertinggi. Itulah sebabnya Nabi Muhammad sebagai manusia yang telah mencapai puncak pengalaman keagamaan yang paling tinggi dan paling sempurna disebut sebagai hamba Allah dan Rasul-Nya. Dan puncak pengalaman keagamaan yang paling tinggi yang bisa dicapai oleh manusia selain nabi dan Rasul-Nya adalah hamba dan khalifah-Nya. Dan semoga kita tetap bisa melakukan hala-hala yang baik dan bermanfaat tetapi juga menjalankan kewajiban kita sebagai hamba Allah dan selalu dapat merasa kehadirat Allah. Aamiin.

 

[Tria Hermalis] Keutamaan Taubat dan Orang-orang yang Bertaubat dalam al Qur’an

Tria Hermalis/ 1112051100054

Artikel 3 / Jurnalistik/ 2 B

Tentang dorongan dan anjuran untuk bertobat, Al Qur’an berbicara: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqarah: 222). Maka derajat apa yang lebih tinggi dari pada mendapatkan kasih sayang Rabb semesta alam.

Dalam menceritakan tentang ibadurrahman yang Allah SWT berikan kemuliaan dengan menisbahkan mereka kepada-Nya, serta menjanjikan bagi mereka surga, di dalamnya mereka mendapatkan ucapan selamat dan mereka kekal di sana, serta mendapatkan tempat yang baik. Firman Allah SWT:

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan)dosa(nya).” (QS. Al Furqaan: 68-70.).

Keutamaan apalagi yang lebih besar dari pada orang yang bertaubat itu mendapatkan ampunan dari Allah SWT , hingga keburukan mereka digantikan dengan kebaikan?

Dan dalam penjelasan tentang keluasan ampunan Allah SWT dan rahmat-Nya bagi orang-orang yang bertaubat. Allah SWT berfirman:

“Katakanlah: “Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)

Ayat ini membukakan pintu dengan seluas-luasnya bagi seluruh orang yang berdosa dan melakuan kesalahan. Meskipun dosa mereka telah mencapai ujung langit sekalipun. Seperti sabda Rasulullah Saw:

“Jika kalian melakukan kesalahan-kesalahan (dosa) hingga kesalahan kalian itu sampai ke langit, kemudian kalian bertaubat, niscaya Allah SWT akan memberikan taubat kepada kalian.” (Hadist diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abi Hurairah, dan ia menghukumkannya sebagai hadits hasan dalam kitab sahih Jami’ Shagir – 5235)

Di antara keutamaan orang-orang yang bertaubat adalah: Allah SWT menugaskan para malaikat muqarrabin untuk beristighfar bagi mereka serta berdo’a kepada Allah SWT agar Allah SWT menyelamatkan mereka dari azab neraka. Serta memasukkan mereka ke dalam surga. Dan menyelamatkan mereka dari keburukan. Mereka memikirkan urusan mereka di dunia, sedangkan para malaikat sibuk dengan mereka di langit. Allah SWT berfirman:

“(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang bernyala-nyala, ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka kedalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak -bapak mereka, dan istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari(pembalasan?)kejahatan pada hari itu maka sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS.Ghaafir: 7-9).

Terdapat banyak ayat dalam Al Qur’an yang mengabarkan akan diterimanya taubat orang-orang yang melakukan taubat jika taubat mereka tulus, dengan banyak redaksi. Dengan berdalil pada kemurahan karunia Allah SWT, ampunan dan rahmat-Nya, yang tidak merasa sempit dengan perbuatan orang yang melakukan maksiat, meskipun kemaksiatan mereka telah demikian besar.

Seperti dalam firman Allah SWT:

“Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hambaNya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang? .” (QS. At-Taubah: 104)

“Dan Dialah Yang menerima taubat dari hamba-hambaNya dan memaafkan kesalahan-kesalahan.” (QS. Asy-Syuuraa: 25)

Dan dalam menyipati Dzat Allah SWT: “Yang mengampuni dosa dan menerima taubat.” (QS. Ghaafir: 3)

Terutama orang yang bertaubat dan melakukan perbaikan. Atau dengan kata lain, orang yang bertaubat dan melakukan amal yang saleh. Seperti dalam firman Allah SWT dalam masalah pria dan wanita yang mencuri:

“Maka barangsiapa yang bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu, dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Maaidah: 39)

“Tuhanmu telah menetapkan atas diriNya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya, dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al An’aam: 54)

“Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat setelah itu, dan memperbaiki ( dirinya) sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 119)

Puja-puji terhadap Allah SWT dengan nama-Nya “at-Tawwab” (Maha Penerima Taubat) terdapat dalam al Quran sebanyak sebelas tempat. Seperti dalam do’a Ibrahim dan Isma’il a.s.:

“Dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah: 128).

Juga seperti dalan sabda Nabi Musa kepada Bani Israil setelah mereka menyembah anak sapi:

“Maka bertaubatlah kepada Tuhan Yang menjadikan kamu, dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu, pada sisi Tuhan Yang menjadikan kamu, maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang .” (QS. Al Baqarah: 54)

Allah SWT berfirman kepada Rasul-Nya:

“Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohon ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa: 64)